LASIH, SANG KEMBANG DESA


Malam semakin larut. Biduan-biduan cantik dari grup organ tunggal yang sedang meramaikan pesta pernikahan itu semakin menggairahkan. Tidak hanya suara saja yang mereka pamerkan. Keseksian gerakan tubuh dan desahan-desahan menggemaskan mereka keluarkan dengan penuh candaan. Tamu undangan dan penonton semakin malas untuk meninggalkan kemeriahan pesta itu.

Sementara itu di kamar pengantin, sang pengantin pria sudah bersiap-siap menunaikan kewajibannya. Senyumnya merekah, matanya tajam seperti singa yang hendak menangkap mangsanya.

Lasih, begitu nama sang mempelai wanita, masih tertegun dihadapan lelaki yang telah dengan sah menikahinya. Tidak seperti sang mempelai lelaki, perasaannya justru berseberangan dengan lelaki yang ada dihadapannya.

Ah, andai dia tahu, ini bukan pertama kalinya aku merasakan keringat lelaki. Dan sebentar lagi mungkin dia tahu. 

Apa yang harus aku lakukan? Apakah dia akan rela menerima keadaanku yang sesungguhnya? Atau... jangan-jangan malam ini menjadi malam terakhir dalam hidupku. Ahhh.... Mati aku.... Begitu batin Lasih berkata.

Lasih, kembang desa yang cantik, kini pulang ke kampungnya. Ia hanya pulang untuk menikah. Tidak ada lagi alasan kepulangannya selain itu. Ia tak pernah ditanya apa pekerjaannya di kota. Bahkan calon suaminya pun tak pernah menanyainya.

Lasih, kembang desa yang baru pulang ke kampungnya, hanyalah penghibur di ibu kota sana. Entah apa yang akan terjadi di malam pertamanya.

Popular Posts