PETRUK DADI RATU, SEBUAH HIKMAH TENTANG MANISNYA TAQWA

Sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan di Banyumas, tentu saja saya menyukai berbagai macam budaya banyumasan, termasuk wayang kulit.

Dan kebetulan sedari kecil saya sudah terbiasa menonton wayang kulit sampai pagi hari. Seringnya bersama almarhum kakek saya. Saya digendong. Saya masih ingat betul waktu itu saya masih kecil. Jam sembilanan saya digendong kakek saya untuk menonton wayang kulit. Sedangkan tokoh idola saya adalah Bratasena/Bima, Antareja, Wisanggeni, dan tentu saja ikon Banyumas, ki Lurah Bawor. Hehehe....

Salah satu dalang favorit saya adalah Ki Sugino Siswo Carito swargi.

Wayang yang berarti bayang/bayangan/bayang-bayang mengandung maksud bahwa kisah dalam dunia pewayangan adalah bayangan atau gambaran dari kehidupan manusia. Cerita wayang diambil dari kisah Mahabharata yang berasal dari India. Namun, sebagai bangsa yang juga telah memiliki akar budaya sendiri, cerita Mahabharata tersebut telah diolah sedemikian rupa. Disesuaikan dengan budaya Jawa yang adiluhung.

Secara keilmuan maka bisa kita simpulkan bahwasanya orang-orang jawa pada waktu itu telah menguasai kasusastran. Buktinya mereka dapat merubah cerita asli Mahabharata versi India menjadi cerita Mahabharata versi jawa itu sendiri.

Kalau saat ini kita pernah menyaksikan film Mahabharata di televisi swasta, maka itulah Mahabharata versi Indianya. Sedangkan kalau kita ingin mengetahui cerita Mahabharata versi Jawa, maka rajin-rajinlah menonton wayang kulit. Hehehe.

Yang jelas, cerita Petruk Dadi Ratu (Petruk Menjadi Ratu/Raja) hanya ada di cerita wayang kulit saja. Di India? Ndak ada tuh.

Kalau versi India terlalu mengedepankan TAHTA/KEKUASAAN, KASTA, HARTA, dan WANITA. Bukankah salah satu sebab terjadinya perang besar Mahabharata adalah karena sumpah seorang wanita? Siapa hayo?  :)

Berikut nukilan cerita Petruk dadi Ratu. Jika ada yang kurang tepat, mohon dikoreksi yah :)

Alkisah, terjadilah pertempuran yang sengit antara Bambang Priambodo melawan Dewi Mustokoweni. Keduanya sama-sama saktinya, sama-sama pilih tanding. Pertempuran yang berlangsung lama tersebut tidak ada yang mengalahkan dan tidak ada juga yang memenangkannya.

Lalu, apa yang menyebabkan mereka bertempur sedemikian sengitnya? Mereka memperebutkan pusaka jimat yang teramat sakti, Jamus Kalimosodo.

Jimat Jamus Kalimosodo terkadang berada di tangan Bambang Priambodo, kadang pindah di tangan sang Dewi Mustokoweni. mereka sama-sam saktinya. Suatu ketika ketika Bambang Priambodo berhasil merebut jimat kalimosodo itu, diserahkannya jimat itu kepada Petruk, salah satu Panakawan anak Kyai Lurah Semar Bodronoyo.

Oleh Bambang priambodo, Petruk disuruh menjaga jimat itu agar tidak jatuh ke tangan orang lain. Maka digunakanlah jimat tersebut oleh petruk sebagai piyandel atau ageman.

Dengan pusaka Jimat Kalimusodo ditangannya yang kemudian mengamalkannya, dengan bantuan Batara Guru dan Batara Narada yang ingin membantu petruk agar mampu menyimpan dan menyelamatkan pusaka Jimat Kalimusodo, maka jadilah Petruk seorang yang sakti mandraguna, gagah perkasa, tanpa tanding.

Berhubung waktu sudah sore dan saya kudu pulang ke rumah, ceritanya tak sambung lain waktu yah? Hehehe.

Selamat berakhir pekan bersama orang-orang terkasih :)



Popular Posts