KAMAR 7

Bahar masih menikam gadis cantik itu di depanku. Laksana singa yang sedang kelaparan, berkali-kali ia tusuk perut wanita pujaannya itu. Seperti kesetanan, ia tak mempedulikan lagi sekitarnya. Bahkan aku yang berada kurang lebih tiga depa dari badannya seakan tak kelihatan dimatanya yang nanar. Merah. Menyeramkan. Sungguh mengerikan!

Sungguh pemandangan yang berbanding terbalik. Sejam yang lalu, Bahar, seorang lelaki muda dengan bekas sayatan silet diwajahnya, masih berbincang manis dengan wanita itu. Sepengetahuanku, mereka sudah menjalin hubungan terlarang itu semenjak tiga bulan yang lalu. 

Rosmela nama wanita itu. Aku dikenalkan padanya oleh Bahar ketika aku baru saja menghirup udara kebebasanku. Di depan para sipir yang sudah berteman denganku selama empat belas tahun ini, ia memperkenalkan Rosmela sebagai kekasih barunya. Ah, Bahar, kelakuanmu masih saja sama. Suka bermain wanita.

Semenjak itu, aku dan Rosmela biasa bertemu di gang itu. Gang yang berisi para mami dengan anak-anak asuhan mereka. Gang dimana aku terbiasa mencicipi kopi bersama Bahar ketika aku belum masuk penjara dulu. Rosmela ternyata penghuni baru di gang itu.

"Bang, bisa kita bertemu sekarang? Segera bang! Aku butuh bantuanmu."

Pesan yang baru saja masuk di handphoneku itu sedikit mengusik ketenanganku.  Spontan aku telepon dia.

"Maaf ini siapa?"

"Aku Rosmela bang!"

Rosmela? Apa yang membuatnya ingin segera bertemu denganku. Ah, beribu tanya hinggap dalam otakku.

"Bisa kan bang?"

Aku masih terpaku mendengar permintaannya.

"Baiklah. Dimana kita bertemu Ros?"

"Di losmen Kecik. Segera ya bang!"

Tanpa babibu segera aku berlari ke kamar mandi hanya untuk sekedar cuci muka. 

Ah, losmen Kecik. Bagaimana aku bisa melupakan losmen itu? Losmen dimana dulu aku menghabisi selingkuhan isteriku. Losmen dimana untuk pertama kalinya aku berurusan dengan para penegak hukum di negeri ini. Ah, Kecik Sialan! Gumamku.

Setelah beberapa menit, sampai pula aku di depan losmen itu. 

Benar saja, Rosmela sudah menungguku di depan losmen itu. Sekilas kulihat senyumnya begitu menawan. Ah, sialan! Aku tidak boleh berpikiran macam-macam. Apalagi dia adalah kekasih sahabatku.  Sahabat sedari aku kecil, Bahar.

Belum sampai aku di depannya, tiba-tiba handphoneku berdering. Sebuah pesan singkat masuk. Kamar 7 bang! Hmm, ternyata pesan dari Rosmela. Dan kulihat ke depan losmen, Rosmela sudah tak ada lagi di depan losmen itu.

Tiba di dalam losmen aku langsung menuju kamar nomor tujuh. Brengsek! Ini kamar dimana isteriku dulu berselingkuh. Apa sebenarnya maksud Rosmela? Ataukah ini hanya kebetulan saja? Ah, pikiranku sudah mulai tak karuan. Begitu aku masuk kamar itu, Rosmela langsung memelukku.

"Ros, lepaskan Ros! Lepaskan!"

"Maaf bang, aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin mengatakan suatu rahasia pada abang. Ketahuilah bang, kalau...."

Belum sempat Rosmela mengakhiri pembicaraannya, tiba-tiba saja kamar kami didobrak. 

Alangkah terkejutnya kami. Bahar dengan garangnya langsung menusuk Rosmela yang masih dalam posisi memeluk tubuhku. 

Tendanganpun mendarat dipunggungku. Aku terhuyung dan jatuh beberapa depa dari mereka berdua.

Bahar menutup Rosmela dengan tangan kananya. Sementara tangan kirinya yang memegang pisau ditusukkannya berkali-kali ke perut Rosmela. 

Perlahan, tubuh Rosmela terlihat lemas. Dengan kasarnya Bahar membanting tubuh Rosmela yang sudah tak bernyawa itu ke lantai kamar.

"Sekarang giliranmu! Kau ingat, di kamar inilah dulu kau habisi nyawa adik angkatku. Sekarang, susullah adik angkatku itu! Bersiap-siaplah menyusulnya!"

Tiba-tiba saja bahar menjambak rambutku. Didekatkannya mulutnya ke telingaku.

"Susul juga mantan isterimu keparat! Asal kau tahu, semalam isterimu dan anakmu yang cantik itu aku habisi! Menyusullah segera keparat! Hahaha...."

Oalah Gusti.... 



Banyumas, 12 Februari 2015


Popular Posts